Sabtu, 20 Desember 2014

Pemanfaatan Telematika dalam Masyarakat

Telematika merupakan istilah bentukan baru merujuk pada fenomena konvergensi Teknologi Informasi dan Telekomunikasi. Dunia internasional menyebutnya sebagai Information and Communication Technology (ICT).
Bagi sementara pihak, sektor Telekomunikasi, Teknologi Informasi dan Penyiaran/Multimedia (Telematika) masih dianggap sebagai sektor yang kurang menarik untuk dibicarakan terutama dalam konteks diskursus politik praktis. Tidak demikian halnya bila kita bersedia meluangkan waktu sejenak untuk meneropong posisi strategis sektor Telematika ini, khususnya bila dikaitkan dengan kontribusi sektor ini terhadap perencanaan dan implementasi strategi pembangunan ekonomi, sosial, politik, dan pertahanan keamanan nasional.
Kenyataan bahwa telekomunikasi sudah menjadi kebutuhan penting dan untuk mendukung aktivitas sehari-hari bagi sebagian besar masyarakat Indonesia sudah sulit dipungkiri. Kenyataan bahwa informasi merupakan salah satu faktor penting dalam memenangi persaingan baik untuk lingkup bisnis maupun non-bisnis juga telah diakui oleh para pakar. Juga disadari pula peran penting dari industri penyiaran dalam penyebaran informasi, mempengaruhi opini, cara pandang manusia dan pembentukan budaya terutama di alam demokrasi ini.
Oleh karena itu, penyelenggaraan telematika menjadi bersifat strategis, karena tidak saja dibutuhkan oleh banyak pihak, namun, sebagaimana layaknya infrastruktur ekonomi lainnya, penyediaan sarana telematika dipercaya dapat mendorong tercapainya sasaran pembangunan nasional yang lebih baik. Namun mengingat penanganan masalah telematika ini pada masa yang lalu ditangani secara parsial oleh departemen-departemen, institusi pemerintahan yang terkait maupun lembaga non-pemerintah, maka dalam pelaksanaannya, pembangunan telematika di Indonesia tidak terjadi saling koordinasi dan sinergi di antara para pihak terkait.
Sementara lingkungan internasional telah terjadi persaingan antar negara untuk menguasai teknologi telematika dan untuk menjadi pemimpin ataupun sentra (hub) teknologi telematika (telekomunikasi dan informasi) di lingkup regional maupun internasional. Bagaimana Indonesia menyikapi hal ini? Apakah Indonesia siap bersaing atau hanya akan menjadi konsumen saja? Tampaknya belum ada visi yang kongkrit menjawab permasalahan tersebut.
Tulisan selanjutnya bermaksud memberikan penjelasan ataupun pandangan tentang perlunya Pemerintah memberikan perhatian khusus dalam menangani bidang telematika, ditinjau dari isu-isu maupun permasalahan penting yang muncul di bidang telematika ini.
1. Teknologi Telekomunikasi sebagai infrastruktur pembangunan dan sebagai komoditas?
Tidak dapat dipungkiri bahwa seperti halnya infrastruktur transportasi, jalan, dan listrik, teknologi telematika yang merupakan konvergensi dari telekomunikasi, teknologi informasi dan penyiaran memungkinkan terlaksananya aktivitas perekonomian dan sosial kemasyarakatan dengan lebih baik. Meski kontribusi sektor telematika dalam Pendapatan Nasional belum cukup signifikan, hanya sebesar 5.1% utuk tahun 2000 dan 5.8% untuk tahun 2001 namun dengan tersedianya infrastruktur dan layanan telekomunikasi dan informasi, sesungguhnya membantu aktivitas perekonomian, pendidikan, pemerintahan dan aktivitas di sektor lain untuk dapat lebih cepat berputar, lebih efisien berproses dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan di sektor lain selain telekomunikasi dan informasi.
Salah satu contoh dari dampak langsung pertumbuhan industri telekomunikasi dan informasi di Indonesia terdapat di majalah Warta Ekonomi edisi Maret 2001 yang mencatat ada sedikitnya  900 perusahaan dotcom di Indonesia pada saat booming bisnis e-commerce. Jika rata – rata setiap perusahaan menyerap 50 tenaga kerja ahli di bidang telematika, maka 45.000 tenaga kerja telah terserap dalam industri dotcom di Indonesia. Di bidang penyelenggaraan jaringan dan jasa telekomunikasi, serta penyedia layanan Teknologi Informasi (TI), diperkirakan tidak kurang dari satu juta tenaga kerja terserap di sektor ini. Sayangnya, menyusul surutnya bisnis e-commerce dan kurangnya dukungan infrastruktur informasi di Indonesia menjadikan banyak perusahaan dotcom Indonesia kurang berhasil dibandingkan India atau negara lain.
Masalah infrastruktur telekomunikasi dan informasi akan semakin mudah dipahami apabila kita melihat wilayah Indonesia bagian timur yang dari sisi kondisi geografisnya cukup sulit untuk dijangkau dan mengakibatkan pembangunannya selalu tertinggal dari wilayah Indonesia lainnya. Dengan adanya teknologi telematika aliran informasi dapat diterima oleh penduduk di kawasan Indonesia timur pada saat yang bersamaan dengan penduduk di daerah lainnya, sehingga tidak terjadi masalah kesenjangan informasi yang akan berakibat pada kurang kompetitifnya daerah kawasan Indonesia timur. Demikian juga dalam hal pendidikan, dengan adanya teknologi telematika, hambatan untuk memperoleh pendidikan mulai dari jenjang sekolah dasar hingga tingkat tinggi dapat diminimalisir melalui tele-education. Perdagangan dapat dipercepat transaksinya dan perhitungan bisnis menjadi lebih akurat melalui e-commerce. Selanjutnya diharapkan pertumbuhan pembangunan akan terjadi dengan memberdayakan potensi daerah kawasan Indonesia timur itu sendiri.
Pembangunan sektor telekomunikasi diyakini akan menarik berkembangnya sektor – sektor lain, sebagaimana diyakini oleh organisasi telekomunikasi dunia, ITU, yang secara konsisten menyatakan bahwa penambahan investasi di sektor telekomunikasi sebesar 1% akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 3%. Hipotesis ini telah terbukti kebenarannya di negara – negara Jepang, Korea, Kanada, Australia, negara – negara Eropa, Skandinavia, dan lainnya yang telah memberi perhatian besar pada sektor telekomunikasi, sehingga selain jumlah pengguna telepon (teledensity) meningkat, terjadi pula peningkatan pertumbuhan ekonomi. Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa Teknologi Telematika  sesungguhnya merupakan bagian dari infrastruktur pembangunan.
Akibat arus globalisasi ekonomi dan kondisi di banyak negara infrastruktur telematikanya telah tersedia dalam jumlah yang cukup banyak, maka oleh lingkungan internasional, teknologi telematika khususnya telekomunikasi telah dianggap sebagai komoditas, dan oleh karenanya dalam aktivitas transaksinya selalu menggunakan perhitungan bisnis yang berorientasi profit. Indonesia yang juga tergabung dalam organisasi WTO, tidak terkecualikan dalam lingkungan global ini. Saat ini dapat dikatakan hampir tidak ada perusahaan-perusahaan penyedia jaringan dan layanan telekomunikasi di Indonesia yang tidak berorientasi profit. Pemerintah sendiri sudah sejak beberapa tahun terakhir tidak pernah lagi mengalokasikan dananya untuk membangun infrastruktur telekomunikasi. Tugas pembangunan infrastruktur telekomunikasi dibebankan kepada swasta atau BUMN. Dari penjelasan ini, maka infrastruktur telekomunikasi dan informasi telah menjadi komoditas. Dengan memperlakukan infrastruktur telekomunikasi dan informasi sebagai komoditas, diharapkan pemerintah tidak perlu terlalu jauh mengatur kompetisi dalam penyediaan komoditas, dan mulai menyerahkan pengaturannya kepada mekanisme pasar.
Namun harus disadari bahwa belum seluruh penduduk Indonesia dapat menikmati manfaat dari infrastruktur telekomunikasi ini, bahkan Indonesia termasuk negara yang memiliki jumlah infrastruktur telekomunikasi yang rendah di dunia. Meskipun duopoli dalam kompetisi di sektor telekomunikasi telah diberlakukan, tampaknya aturan pasca duopoli masih perlu diperbaiki agar lebih banyak masyarakat yang dapat memperoleh manfaat layanan telematika. Oleh karenanya penanganan masalah telekomunikasi dalam menyikapi lingkungan global dan kebutuhan penyediaan infrastruktur domestik perlu dilakukan secara hati-hati dan terencana mengingat berbagai permasalahan yang terdapat di dalam sektor yang terkonvergensi ini dan kaitannya dengan keterhubungan infrastruktur luar negeri yang cukup kompleks.
Untuk permasalahan penyiaran, perlu dipikirkan secara sungguh-sungguh penanganan masalah lembaga penyiaran publik, masalah kepemilikan silang dan kepemilikan asing dari lembaga penyiaran swasta dan masalah konten yang memerlukan kejelian dalam menyesuaikannya dengan hal-hal yang berkaitan dengan aspek sosial dan budaya masyarakat Indonesia.
2. Teknologi sebagai sarana pemberantas KKN
Teknologi telematika memungkinkan terjadinya transparansi. Semua informasi dapat disajikan melalui website atau situs internet, agar dapat diakses oleh masyarakat luas. Informasi tentang pengadaan barang, seleksi pemasok, pembelian dan penjualan aset/saham, dan bahkan informasi tentang pejabat, seleksi pejabat, kekayaan, dan lain-lain dapat diletakkan di situs internet untuk diketahui oleh masyarakat luas.
Dengan diterapkannya teknologi telematika dalam upaya pemberantasan KKN, maka diharapkan proses seleksi, pengadaan maupun proses lain yang rawan terhadap kemungkinan KKN dapat dilakukan secara elektronik dan oleh karenanya menurunkan ekonomi biaya tinggi. Selanjutnya diharapkan akan terjadi efisiensi biaya yang berakibat menurunnya biaya-biaya tak terduga yang harus dibayar oleh masyarakat dan dapat meningkatkan penerimaan negara dari sisi pajak.
Oleh karena itu jelas, teknologi telematika memungkinkan terjadinya kontrol yang dilakukan oleh masyarakat dan dapat menjadi salah satu andalan untuk memberantas KKN secara cepat dan meluas. Tentunya perlu komitmen Pemerintah untuk menggunakan teknologi telematika semaksimal mungkin dalam program pemberantasan KKN ini. Hal ini akan mencakup seluruh aspek pemerintahan mulai dari penanganan proses seleksi pengadaan, seleksi direksi BUMN, seleksi pemilihan operator telekomunikasi, seleksi kepegawaian, penanganan proyek-proyek pemerintah, penanganan data kependudukan, penanganan masalah pajak, penanganan masalah bea dan cukai, dlsb. Pelaksanaan pemerintahan yang berdasarkan teknologi telematika bukanlah hal yang mudah, namun langkah-langkah dasar ke arah itu perlu dilakukan sejak sekarang, dan perlu komitmen penuh Pemerintah karena Indonesia sudah ketinggalan dari negara tetangganya.

3. Teknologi Telematika sebagai sarana kemajuan intelektual bangsa Indonesia
Apabila kita melihat posisi Indonesia dibandingkan dengan negara-negara tetangganya di lingkungan ASEAN saja, maka Indonesia saat ini tidak pernah menduduki posisi yang memimpin pada hampir semua sektor pembangunan yang melibatkan teknologi telematika. Singapura, Malaysia, dan Thailand saat ini sudah bersaing untuk menjadi hub perdagangan, transportasi, jaringan telekomunikasi dan teknologi informasi, untuk kawasan Asia. Negara-negara tersebut di atas telah mempunyai visi yang dilengkapi dengan kemampuannya menguasai teknologi telematika, sehingga akhirnya mampu bersaing untuk dapat menguasai kawasan Asia. Malaysia sejak tahun 1990 telah menggodok visi negaranya melalui Malaysia Vision 2020 yang saat ini sudah mulai kelihatan wujudnya. Demikian juga Singapura dan Thailand.
Indonesia seharusnya juga melihat bahwa peluang untuk maju dari negara lain adalah terletak pada keinginannya untuk menguasai teknologi telematika sebagai kunci dari kesuksesannya di bidang lain. Alasan bahwa rakyat Indonesia masih berkutat pada masalah kemiskinan, kelaparan dan lapangan pekerjaan seharusnya tidak menjadi penghalang untuk menyusun strategi bagi penguasaan teknologi telematika dan penguasaan pasar teknologi telematika pada saat yang bersamaan. Memecahkan masalah-masalah di atas tidak dapat dilakukan secara sekuensial, tapi harus secara paralel dan lateral dengan koordinasi yang sangat intensif antar institusi terkait.
Beberapa program pemberdayaan masyarakat di pedesaan yang menggunakan teknologi telematika akan meningkatkan kualitas hidup dan memberikan pembelajaran akan proses berpikir kreatif dari penduduk desa tersebut. Dampak langsungnya adalah kemampuan masyarakat dalam penguasaan teknologi tersebut dan keinginan untuk membaca informasi. Dampak tidak langsungnya adalah bahwa terjadi proses kreatif dalam mengatasi masalah pekerjaan, pembelajaran, bisnis, dan lain-lain sehingga membangkitkan semangat juang dan semangat hidup untuk masyarakat.
Teknologi telematika memungkinkan masyarakat yang tidak beruntung atau berada pada lokasi terpencil untuk belajar melalui teknologi tele-education. Masalah kesehatan di daerah terpencil dapat diatasi dengan lebih baik melalui teknologi tele-medicine, karena para dokter yang tinggal di kota kecil dapat berkonsultasi dan belajar melalui internet kepada dokter yang lebih berpengalaman atau yang tinggal di kota besar.. Petani dan nelayan dapat memperoleh hasil panen yang lebih baik karena fasilitas ramalan cuaca dari Badan Meteorologi dan Geofisika yang terhubungkan dengan teknologi telematika.
Pejabat-pejabat pemerintah dapat meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat melalui fasilitas e-government yang saling terhubung antar satu instansi dengan instansi lainnya sambil meningkatkan efisiensi kerja dan tetap meningkatkan kemampuannya melalui fasilitas distance learning yang diselenggarakan secara berkala khusus untuk meningkatkan profesionalisme pegawai pemerintah.
4. Penanganan Sumber Daya Terbatas
Bidang telekomunikasi dan penyiaran memiliki permasalahan yang menyangkut penggunaan sumber daya terbatas seperti frekuensi dan penomoran telepon. Pengaturan mengenai sumber daya terbatas ini tidak dapat dilepaskan dari kesepakatan maupun pengaturan internasional oleh organisasi telekomunikasi dunia – International Telecommunication Union (ITU) – maupun organisasi penyiaran internasional seperti ABU (Asia Broadcasting Union), dimana Indonesia harus turut mematuhinya agar dapat menjaga keterhubungan dengan jaringan telekomunikasi dan penyiaran internasional.
Agar penanganan sumber daya terbatas tersebut di atas dapat dilakukan secara efisien dan dapat digunakan untuk sebesar-besarnya manfaat masyarakat Indonesia, maka diperlukan penanganan yang sungguh-sungguh oleh sumber daya manusia yang profesional, kompeten dan mempunyai integritas yang baik, terutama dalam iklim kompetisi terbuka Apabila penanganan permasalahannya tidak profesional maka Indonesia akan memubazirkan sumber daya yang terbatas tersebut yang seharusnya bisa dinikmati dan dimanfaatkan sepenuhnya oleh masyarakat luas.
Di bidang teknologi informasi dan telekomunikasi, dalam beberapa tahun mendatang akan muncul permasalahan untuk menyusun electronic numbering, yang akan menyatukan nomor telepon biasa/analog yang jumlahnya terbatas dengan nomor telepon yang berbasis teknologi paket (digital) yang biasa digunakan oleh internet. Permasalahan ini membutuhkan penanganan yang bijaksana, agar Indonesia dapat mengakomodir perkembangan teknologi informasi tersebut secara tepat waktu.
Bila menyangkut perkembangan teknologi yang saling berkonvergensi, teknologi selalu berada lebih dulu daripada regulasi dan kebijakan Pemerintah. Maka perlu visi dari Pemerintah untuk dapat melihat jauh ke depan demi melakukan antisipasi yang diperlukan dalam hal pengaturan dan penegakan peraturannya. Sedangkan permasalahan teknologi informasi perlu menyusun strategi agar Indonesia dapat mensinergikan semua potensi industri di Indonesia agar dapat meningkatkan posisinya di lingkungan internasional.
5. Defisiensi dari keadaan yang sekarang
Dalam kondisi saat ini, persamaan persepsi pejabat pemerintah tentang kegunaan dan manfaat dari tekonologi telematika belum pada posisi yang sama. Demikian pula tentang visi dari pejabat pemerintah mengenai apa yang dapat dilakukan pemerintah dalam menjalankan tugasnya untuk mengelola negara dan memberikan layanan publik dengan memanfaatkan teknologi telematika bagi kemajuan bangsa Indonesia.
Pada kabinet yang sekarang penanganan masalah telekomunikasi berada dibawah naungan Departemen Perhubungan yang sesungguhnya bebannya sudah cukup berat karena menangani masalah perhubungan darat, laut dan udara. Penanganan masalah penyiaran berada di bawah naungan Kementrian Komunikasi dan Informasi, yang tidak mempunyai kewenangan operasional. Sedangkan masalah teknologi informasi, kebijakannya berada di bawah Kementerian Komunikasi dan Informasi, sedangkan operasionalnya berada di bawah Departemen Perhubungan, serta pembinaan industrinya berada di bawah Departemen Perindustrian dan Perdagangan.
Akibat perbedaan persepsi dan visi pejabat pemerintah tentang teknologi telematika, maka terdapat koordinasi yang kurang harmonis dalam kebijakan pemerintah untuk menetapkan arah pembangunan bangsa melalui institusi-institusi pemerintah. Terlebih lagi kurangnya koordinasi kebijakan pada sektor-sektor yang melibatkan pemanfaatan teknologi telematika ini menimbulkan inefisiensi nasional, karena masing-masing sektor bergerak sendiri tanpa memperhatikan apa yang telah dilakukan sektor lainnya, dan tidak saling memanfaatkan fasilitas yang telah dibangun. Akibatnya adalah kebijakan sektor yang kurang harmonis dengan sektor lainnya. Kebijakan salah satu sektor bisa jadi menghambat kebijakan di sektor lainnya, antara lain karena belum adanya satu visi mengenai pembangunan telekomunikasi, teknologi informasi dan penyiaran.
Sejak tahun 1998 telah berdiri Tim Koordinasi Telematika Indonesia (TKTI), yang sesungguhnya tujuannya adalah untuk mengkoordinasikan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan telematika, namun kurangnya kepemimpinan dari TKTI, menyebabkan hasil-hasil TKTI tidak dapat diimplementasikan.
6. Pentingnya pembentukan Departemen Telematika
Akibat dari hal-hal di dalam butir 5 di atas serta timbulnya konvergensi teknologi telekomunikasi, teknologi informasi dan multimedia menjadi telematika, Masyarakat mendesak agar Pemerintah terpilih Oleh karena itu sangat mendesak agar Pemerintahan terpilih nanti membentuk Departemen Telematika yang akan menangani masalah telekomunikasi, teknologi informasi dan penyiaran dalam satu Departemen Telematika.
7. Pemisahan fungsi-fungsi pembuat kebijakan, pengaturan dan pengawasan
Untuk mengatasi masalah kurangnya koordinasi dan untuk meningkatkan efisiensi dalam pembuatan kebijakan agar menghasilkan efisiensi nasional dalam pembangunan bangsa, maka masyarakat mengusulkan sebagai berikut:
1.      Agar Presiden membentuk Komite Pembangunan Ekonomi Nasional Berbasu Telematika.
2.      Komite ini sebaiknya dipimpin oleh Wakil Presiden dan melapor langsung kepada Presiden.
3.      Komite akan merupakan Dewan Pengarah bagi pembuatan kebijakan-kebijakan nasional terutama dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi (information economy) dengan memanfaatkan semaksimalnya teknologi telematika. Kebijakan-kebijakan akan dibuat terkoordinasi dan sedapatnya tidak saling tumpang tindih, terutama dalam memanfaatkan teknologi telematika.
4.      Kebijakan dan pengaturan sektor akan tetap menjadi tanggung jawab Menteri dan lembaga pengatur di sektor terkait.
Selain hal di atas, dalam setiap sektor terjadi pergeseran peran pemerintah. Paradigma saat ini adalah terjadi pemisahan fungsi-fungsi pembuat kebijakan, pengaturan dan pengawasan dalam institusi yang berbeda. Ada beberapa model negara-negara yang dapat dijadikan contoh, namun yang penting peran pembuat kebijakan tetap berada di tangan Pemerintah. Peran sebagai pengatur ada di tangan lembaga regulator dan peran sebagai pengawas atau penegakan hukum dapat berada di tangan pemerintah, regulator ataupun institusi penegakan hukum. Tujuan dari pemisahan fungsi-fungsi di atas adalah demi untuk terjaganya keluhuran dari cita-cita pembangunan bangsa yang telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai keputusan politik dan terdapatnya mekanisme kontrol antar institusi yang menjalankan fungsi yang berbeda tersebut.
Sebagai contoh, apabila terdapat Departemen Informasi dan Telematika yang membawahi industri telematika dan penyiaran, maka fungsi pembuat kebijakan terdapat pada Menteri (Departemen), fungsi pengatur dan pengawasan terdapat pada Komisi Regulasi Telekomunikasi dan Komisi Penyiaran Indonesia
Kehadiran Lembaga Pengatur
Berdasarkan UU Telekomunikasi no. 36 tahun 1999, serta berdasarkan aspirasi masyarakat, maka pada bulan Desember tahun 2003, Pemerintah telah membentuk Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Sedangkan berdasarkan UU Penyiaran no. 32 tahun 2002, Pemerintah telah membentuk Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Baik BRTI maupun KPI dimaksudkan sebagai lembaga pengatur di tengah iklim kompetisi bebas di industri telekomunikasi dan penyiaran, serta bertindak sebagai tempat penyelesaian sengketa yang independen dan beroperasi berdasarkan prinsip transparansi dan keadilan. Baik BRTI dan KPI sesungguhnya diharapkan dapat memperjuangkan kepentingan masyarakat luas, oleh karenanya diharapkan dalam proses pengambilan keputusannya selalu mendengarkan dan berdasarkan aspirasi masyarakat.
Untuk bidang telekomunikasi, dalam pelaksanaannya masih ada ketidakpuasan terhadap BRTI yang terbentuk saat ini, dikarenakan tidak semua fungsi dan tugas-tugas yang diharapkan masyarakat dapat dilaksanakan BRTI, dapat dilakukan. Masalah timbul karena harus dimengerti benar perbedaan fungsi BRTI sebagai lembaga pengatur dan fungsi Departemen sebagai pembuat kebijakan. Selain itu, masalah landasan hukum pembentukan BRTI selalu menjadi alasan pemerintah untuk membentuk BRTI yang ideal, sementara industri telekomunikasi berpendapat perlu perubahan signifikan untuk dapat bergerak maju, dan jika perlu seharusnya pengaturan perundang-undangan yang berubah mengikuti perkembangan teknologi dan lingkungan yang semakin kompetitif.
Ketidakpuasan juga terjadi pada KPI yang terbentuk saat ini. Pembagian tugas antara Departemen dan KPI menjadi perdebatan yang harus diselesaikan segera, mengingat bahwa UU Penyiaran tersebut akan berlaku efektif tahun 2004 ini.
Untuk masa yang akan datang, diharapkan spirit perubahan paradigma mengenai peran pemerintah dimengerti benar oleh Pemerintahan yang akan datang. Selain itu fungsi regulator haruslah dilengkapi dengan kewenangan untuk menetapkan sanksi administratif maupun sanksi lain yang lebih mengikat.


Telematika di Bidang Telekomunikasi

TELEMATIKA DI BIDANG KOMUNIKASI

Yang termasuk dalam telematika ini adalah layanan dial up ke Internet maupun semua jenis jaringan yang didasarkan pada sistem telekomunikasi untuk mengirimkan data. Internet sendiri merupakan salah satu contoh telematika. Di Indonesia, pengaturan dan pelaksanaan mengenai berbagai bidang usaha yang bergerak di sektor telematika diatur oleh Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika. Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika (disingkat DitJen APTEL) adalah unsur pelaksana tugas dan fungsi Departemen di bidang Aplikasi Telematika yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.

Fungsi Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika (disingkat DitJen APTEL) meliputi:

Penyiapan perumusan kebijakan di bidang e-government, e-business, perangkat lunak dan konten, pemberdayaan telematika serta standardisasi dan audit aplikasi telematika 
Pelaksanaan kebijakan di bidang e-government, e-business, perangkat lunak dan konten, pemberdayaan telematika serta standardisasi dan audit aplikasi telematika 
Perumusan dan pelaksanaan kebijakan kelembagaan internasional di bidang e-government, e-business, perangkat lunak dan konten, pemberdayaan telematika serta standardisasi dan audit aplikasi telematika
penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang e-government, e-business, perangkat lunak dan konten, pemberdayaan telematika serta standardisasi dan audit aplikasi telematika
Pembangunan, pengelolaan dan pengembangan infrastruktur dan manajemen aplikasi sistem informasi pemerintahan pusat dan daerah.
Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi
Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Aplikasi Telematika. 

Referensi tentang layanan telematika di bidang komunikasi :

Wireless Internet service

Wireless atau dalam bahasa Indonesia disebut nirkabel, adalah teknologi yang menghubungkan dua piranti untuk bertukar data tanpa media kabel . Data dipertukarkan melalui media gelombang cahaya tertentu (seperti teknologi infra merah pada remote TV) atau gelombang radio (seperti Bluetooth pada computer dan ponsel ) dengan frekuensi tertentu.

Kelebihan teknologi ini adalah mengeleminasi penggunaan kabel, yang bisa cukup mengganggu secara estetika, dan juga kerumitan intalasi untuk menghubungkan lebih dari 2 piranti bersamaan. Misalnya: untuk menghubungkan sebuah 1 komputer server dengan 100 komputer client, dibutuhkan minimal 100 buah kabel, dengan panjang bervariasi sesuai jarak komputer klien dari server. Jika kabel-kabel ini tidak melalui jalur khusus yang ditutupi (seperti cable tray atau conduit), hal ini dapat mengganggu pemandangan mata atau interior suatu bangunan. Pemandangan tidak sedap ini tidak ditemui pada hubungan antar piranti berteknologi nirkabel.


Manajemen Data Telematika

Pengertian dan Tujuan Manajemen Data
Manajemen Data adalah bagian dari manajemen sumber daya informasi yang mencakup semua kegiatan yang memastikan bahwa data :
·         Data Akurat
·         Up to Date (Mutakhir)
·         Aman
·         Tersedia bagi pemakai (user)

Kegiatan Manajemen Data (1)
Kegiatan manajemen data mencakup :
·         Pengumpulan Data
·         Integritas dan Pengujian
·         Penyimpanan
·         Pemeliharaan
·         Keamanan
·         Organisasi
·         Pengambilan

Kegiatan Manajemen Data (2)
·         Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dikumpulkan dan dicatat dalam suatu formulir yang disebut dokumen sumber yang berfungsi sebagai input bagi system.
·         Integritas dan Pengujian
Data tersebut diperiksa untuk meyakinkan konsistensi dan akurasinya berdasarkan suatu peraturan dan kendala yang telah ditentukan sebelumnya.
·         Penyimpanan
Data disimpan pada suatu medium, seperti pita magnetic atau piringan magnetic.
·         Pemeliharaan
Data baru ditambahkan, data yang ada diubah, dan data yang tidak lagi diperlukan dihapus agar sumberdaya data (berkas) tetap mutakhir.
·         Keamanan
Data dijaga untuk mencegah penghancuran, kerusakan atau penyalahgunaan.
·         Organisasi
Data disusun sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan informasi pemakai.
·         Pengambilan
Data tersedia bagi pemakai.


TELEMATIKA

Telematika ialah istilah untuk mendefinisikan Telekomunikasi melalui media informatika. Berdasarkan definisi di atas telematika sebenarnya mencakup dua teknik yaitu: telekomunikasi dan informatika. Karena kekhususan penelitian dalam bidang penelitian seperti: Digital signal processing, Network programming, Managemen Telekomunikasi: Routing, security, dll. Sentral telepon, router, switch, VoIP dll. Interoperabilitas: pensinyalan, operating system dan data base. Fiber optics, Network performance and Qos. Pengembangan software, dll.

Pada Manajemen Data Telematika poin penting yang harus dimiliki adalah client sebagai user, server sebagai pusat pengambilan data, dan juga database sebagai tempat menyimpan data.

Istilah arsitektur mengacu pada desain sebuah aplikasi, atau dimana komponen yang membentuk suatu system ditempatkan dan bagaimana mereka berkomunikasi. Client merupakan sembarang sistem atau proses yang melakukan suatu permintaan data atau layanan ke server sedangkan server ialah, sistem atau proses yang menyediakan data atau layanan yang diminta oleh client.

Client-Server adalah pembagian kerja antara server dan client yg mengakses server dalam suatu jaringan. Jadi arsitektur client-server adalah desain sebuah aplikasi terdiri dari client dan server yang saling berkomunikasi ketika mengakses server dalam suatu jaringan.
Macam-macam arsitektur aplikasi Client-Server beserta kelebihan dan kekurangannya yaitu:

1. Standalone (one-tier)
Pada arsitektur ini semua pemrosesan dilakukan pada mainframe. Kode aplikasi, data dan semua komponen sistem ditempatkan dan dijalankan pada host.  Walaupun computer client dipakai untuk mengakses mainframe, tidak ada pemrosesan yang terjadi pada mesin ini, dan karena mereka “dump- client” atau “dump-terminal”. Tipe model ini, dimana semua pemrosesan terjadi secara terpusat, dikenal sebagai berbasis-host. Sekilas dapat dilihat kesalahan pada model ini. Ada dua masalah pada komputasi berbasis host: Pertama, semua pemrosesan terjadi pada sebuah mesin tunggal, sehzingga semakin banyak user yang mengakses host, semakin kewalahan jadinya. Jika sebuah perusahaan memiliki beberapa kantor pusat, user yang dapat mengakses mainframe adalah yang berlokasi pada tempat itu, membiarkan kantor lain tanpa akses ke aplikasi yang ada.
Pada saat itu jaringan sudah ada namun masih dalam tahap bayi, dan umumnya digunakan untuk menghubungkan terminal dump dan mainframe. Namun keterbatasan yang dikenakan pada user mainframe dan jaringan telah mulai dihapus.

2. Client/Server (two tier)

Dalam model client/server, pemrosesan pada sebuah aplikasi terjadi pada client dan server. Client/server adalah tipikal sebuah aplikasi two-tier dengan banyakclient dan sebuah server yang dihubungkan melalui sebuah jaringan. Aplikasi ditempatkan pada computer client dan mesin database dijalankan pada server jarak-jauh. Aplikasi client mengeluarkan permintaan ke database yang mengirimkan kembali data ke client-nya. Model Two-tier terdiri dari tiga komponen yang disusun menjadi dua lapisan : client (yang meminta serice) dan server (yang menyediakan service).

Tiga komponen tersebut yaitu :
1.      User Interface. Adalah antar muka program aplikasi yang berhadapan dan digunakan langsung oleh user.
2.      Manajemen Proses.
3.      Database.

Model ini memisahkan peranan user interface dan database dengan jelas, sehingga terbentuk dua lapisan.

3. Three Tier
Arsitektur Three Tier merupakan inovasi dari arsitektur Client Server. Pada arsitektur Three Tier ini terdapat Application Server yang berdiri di antara Client dan Database Server. Contoh dari Application server adalah IIS, WebSphere, dan sebagainya. Application Server umumnya berupa business process layer, dimana bisa didevelop menggunakan PHP, ASP.Net, maupun Java. Sehingga kita menempatkan beberapa business logic kita pada tier tersebut.

Arsitektur Three Tier ini banyak sekali diimplementasikan dengan menggunakan Web Application. Karena dengan menggunakan Web Application, Client Side (Komputer Client) hanya akan melakukan instalasi Web Browser. Dan saat komputer client melakukan inputan data, maka data tersebut dikirimkan ke Application Server dan diolah berdasarkan business process-nya. Selanjutnya Application Server akan melakukan komunikasi dengan database server.

4. Multi Tier
Arsitektur Multi Tier adalah suatu metode yang sangat mirip dengan Three Tier. Bedanya, pada Multi Tier akan diperjelas bagian UI (User Interface) dan Data Processing.

Yang membedakan arsitektur ini adalah dengan adanya Business Logic Server. Database Server dan Bussines Logic Server merupakan bagian dari Data Processing, sedangkan Application Server dan Client/Terminal merupakan bagian dari UI. Business Logic Server biasanya masih menggunakan bahasa pemrograman terdahulu, seperti COBOL. Karena sampai saat ini, bahasa pemrograman tersebut masih sangat mumpuni sebagai business process.

Multi-tier architecture menyuguhkan bentuk three – tier yang diperluas dalam model fisik yang terdistribusi. Application server dapat mengakses Application server yang lain untuk mendapat data dari Data server dan mensuplai servis ke client Application.

Dalam manajemen database system perangkat bergerak, seiring dengan berkembangnya komunikasi bergerak dengan cepat memberikan dorongan kepada para operator layanan berlomba untuk memperkaya macam layanannya yang tentunya agar dapat menambah pemasukan bagi perusahaanya.

Beberapa contoh komunikasi data bergerak, misalnya untuk akses internet. Pengenalan WAP (Wireless Application Protocol) telah menunjukkan potensi sebagai layanan internet nirkabel/ WAP merupakan protocol global terbuka yang memungkinkan para pengguna mengakses layanan-layanan on-line dari layar kecil pada telepon genggam dengan menggunakan built-in browser. WAP bekerja pada berbagai teknologi jaringan bergerak, yang memungkinkan pasar missal bagi penciptaan layanan data bergerak.

     MANFAAT MANAJEMEN DATA TELEMATIKA
Manajemen data telematika digunakan untuk mengatur segala data - data dari client dan server yang saling berkomunikasi.  Manajemen penting sekali dipakai dalam sebuah perusahaan baik kecil maupun besar karena fungsi dari managemen adalah mengolah atau mengatur sebuah system. Dibawah ini merupakan manfaat dari penerapan manajemen data telematika yang baik, diantaranya :
·       Mengatasi kerangkapan data
·       Menghindari terjadinya inkonsistensi data
·       Mengatasi kesulitan dalam akses data
·       Menyusun format standar sebuah data
·       Dapat digunakan oleh banyak pemakai
·       Melakukan perlindungan dan pengamanan data
·       Menyusun integritas dan independasi data


PERMASALAHAN DAN ISU-ISU PADA MANAJEMEN DATA TELEMATIKA       
Permasalahan dan isu-isu pada manajemen data telematika diantaranya adalah :
1.                       Traffic congestion on the network, dimana server akan mengalami overload ketika banyak client mengakses ke server secara simultan.
2.                       Berbeda dengan P2P network, dimana bandwidthnya meningkat jika banyak client merequest. Karena bandwidth berasal dari semua komputer yang terkoneksi kepadanya.
3.                        Dapat menimbulkan server fail pada client-server.
4.                       Pada P2P networks, resources biasanya didistribusikan ke beberapa node sehingga masih ada node yang dapat meresponse request.


referensi :

Antarmuka Telematika

Antarmuka ( interface) adalah salah satu layanan yang disediakan sistem operasi sebagai sarana interaksi antara pengguna dengan sistem operasi. Antarmuka (interface) adalah komponen sistem operasi yang bersentuhan langsung dengan pengguna.

Terdapat dua jenis antarmuka , yaitu Command Line Interface(CLI) dan Graphical User Interface(GUI). Command line interface adalah tipe antarmuka dimana pengguna berinteraksi dengan sistem operasi melalui text-terminal. Pengguna menjalankan perintah dan program di sistem operasi tersebut dengan cara mengetikkan baris-baris tertentu. Sedangkan Graphical User Interface adalah tipe antarmuka yang digunakan oleh pengguna untuk berinteraksi dengan sistem operasi melalui gambar-gambar grafik, ikon, menu, dan menggunakan perangkat penunjuk ( pointing device) seperti mouse atau track ball. Elemen-elemen utama dari GUI bisa diringkas dalam konsep WIMP ( window, icon, menu, pointing device).

Fitur-fitur yang terkait dengan antarmuka telematika ada 6 macam, berikut adalah penjelasannya:

1. Head Up Display System (HUD)
Head Up Display (HUD) merupakan sebuah tampilan transparan yang menampilkan data tanpa mengharuskan penggunanya untuk melihat ke arah yang lain dari sudut pandang biasanya. Asal nama dari alat ini yaitu pengguna dapat melihat informasi dengan kepala yang terangkat (head up) dan melihat ke arah depan daripada melihat ke arah bawah bagian instrumen. Awalnya HUD dibuat untuk kepentingan penerbangan militer, tetapi sekarang HUD telah digunakan pada penerbangan sipil, kendaraang bermotor dan aplikasi-aplikasi lainnya.

2. Tangible User Interface
Tangible User Interface, yang disingkat TUI, adalah antarmuka dimana seseorang dapat berinteraksi dengan informasi digital melalui lingkungan fisik. Nama inisial Graspable User Interface, sudah tidak lagi digunakan. Salah satu perintis TUI ialah Hiroshi Ishii, seorang profesor di Laboratorium Media MIT yang memimpin Tangible Media Group. Pandangan istimewanya untuk tangible UI disebut tangible bits, yaitu memberikan bentuk fisik kepada informasi digital sehingga membuat bit dapat dimanipulasi dan diamati secara langsung.

3. Computer Vision
Computer Vision merupakan ilmu pengetahuan dan teknologi dari mesin yang dapat melihat. Dalam aturan pengetahuan, komputer visi berhubungan dengan teori yang digunakan untuk membangun sistem kecerdasan buatan (Artificial Intelegence) yang membutuhkan informasi dari citra (gambar). Data citranya dapat dalam berbagai bentuk, misalnya urutan video, pandangan deri beberapa kamera, data multi dimensi yang di dapat dari hasil pemindaian medis.

4. Browsing Audio Data
Browsing Audio Data Browsing Audio Data merupakan metode browsing jaringan yang digunakan untuk browsing video / audio data yang ditangkap oleh sebuah IP kamera.Jaringan video / audio metode browsing mencakupi langkah-langkah sebagai berikut ; Menjalankan sebuah program aplikasi komputer lokal untuk mendapatkan kode identifikasi yang disimpan dalam kamera IP. Transmisi untuk mendaftarkan kode identifikasi ke DDNS ( Dynamic Domain Name Server) oleh program aplikasi. Mendapatkan kamera IP pribadi alamat dan alamat server pribadi sehingga pasangan IP kamera dan kontrol kamera IP melalui kamera IP pribadi alamat dan alamat server pribadi compile ke layanan server melalui alamat server pribadi sehingga untuk mendapatkan video / audio data yang ditangkap oleh kamera IP, dimana server layanan menangkap video / audio data melalui Internet.

5. Speech Recognition
Dikenal juga dengan pengenal suara otomatis (automatic speech recognition) atau pengenal suara komputer (computer speech recognition). Merupakan salah satu fitur antarmuka telematika yang merubah suara menjadi tulisan. Istilah ‘voice recognition’ terkadang digunakan untuk menunjuk ke speech recognition dimana sistem pengenal dilatih untuk menjadi pembicara istimewa, seperti pada kasus perangkat lunak untuk komputer pribadi, oleh karena itu disana terdapat aspek dari pengenal pembicara, dimana digunakan untuk mengenali siapa orang yang berbicara, untuk mengenali lebih baik apa yang orang itu bicarakan. Speech recognition merupakan istilah masukan yang berarti dapat mengartikan pembicaraan siapa saja.

6. Speech Synthesis
Speech synthesis merupakan hasil kecerdasan buatan dari pembicaraan manusia. Komputer yang digunakan untuk tujuan ini disebut speech syhthesizer dan dapat diterapkan pada perangkat lunak dan perangkat keras. Sebuah sistem text to speech (TTS) merubah bahasa normal menjadi pembicaraan.
Sumber: